Hukum Perempuan Bekerja dan Mengatur Uangnya Sendiri

 Dalam urusan rumah tangga, perempuan sebagai istri sering ditempatkan dalam posisi ibu rumah tangga yang idealnya fokus mengurus keluarga dan rumah, sementara nafkah adalah tanggung jawab suami. Padahal, realitanya tidak semua keluarga begitu, Gan.



Contohnya pada wanita yang menjanda, atau kondisi di mana suami belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga lewat nafkahnya sehingga istri juga perlu berikhtiar sendiri pula agar kebutuhan keluarga dapat terpenuhi.

Lantas, bagaimana ya hukum perempuan bekerja dan mencari nafkah di dalam Islam? Dan bagaimana hukumnya bagi perempuan yang mengelola uangnya sendiri dari nafkah yang ia peroleh?Sejatinya, Islam tidak pernah menutup pintu rapat-rapat bagi para pemeluknya untuk mencari rezeki dan mendapatkan karunia Allah Ta’ala dengan cara bekerja lho, Gan.

Dan seluruh pemeluk agama Islam yang dipersilahkan untuk bekerja bukan terbatas hanya pada laki-laki – seluruh pemeluk Islam berarti baik laki-laki maupun perempuan, meskipun peran pencari nafkah dalam keluarga diemban oleh seorang suami.

Artinya, Islam sama sekali tidak melarang perempuan untuk bekerja sebagai wujud ikhtiarnya dalam memperoleh rezeki dan karunia dari Allah Ta’ala di Bumi ini. Sedangkan batasannya sendiri adalah batasan halal dan haram, yang berlaku bagi semua pemeluk Islam, laki-laki maupun perempuan.

Dengan demikian, selama cara yang ditempuh untuk bekerja adalah cara yang halal, hasil yang diperoleh atau nafkahnya pun juga halal. Sedangkan apabila cara yang ditempuh adalah cara yang haram, hasilnya pun haram. selama ia bekerja dengan cara yang halal juga, Gan!

Nah, bagi seorang perempuan yang sudah menikah dan menyandang status istri, salah satu cara untuk meraih kehalalan itu sendiri adalah dengan mendapatkan izin dari sang suami terlebih dahulu.

Meski demikian, istri yang bekerja mendapatkan keistimewaan sendiri, yaitu berhak sepenuhnya dalam mentasarufkan nafkah hasil jerih payahnya tersebut. Pertimbangan tersebut dipandang wajar dan adil karena sang istri yang bekerja sejatinya juga menjalankan tanggung jawab yang diembankankepada seorang suami.

Di samping itu, perlu diingat kembali ya Gan, jika seorang istri bekerja sehingga ia mampu mencukupikebutuhan keluarga, bukan berarti kewajiban suami untuk mencari nafkah bagi keluarga lantas bisa gugur begitu saja. Dan hal ini juga tidak serta-merta memberikan status kepala keluarga kepada sangistri.

Sebab, ketika istri bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, sang istri berada pada posisi untuk membantu suami, dan bukannya untuk menanggung kebutuhan maupun tugas sang suami.

Bicara soal hukum perempuan bekerja, tentu kita bisa kembali mengingat kisah Zainab dan Abdullah Ibn Mas’ud tentang apakah seorang istri boleh bekerja dan memberikan sedekah bagi suaminya. Kisah ini sendiri terdapat dalam hadits shahih pada kitab Shahih Muslim no. 1000 dan kitab Shahih Al-Bukhari no. 1466.

Dalam kisah tersebut, Zainab berkata kepada suaminya, Abdullah Ibn Mas’ud, bahwa ia adalah lelaki dengan penghasilan sedikit. Sementara itu, Rasulullah memerintahkan umatnya agar bersedekah. Oleh karenanya, Zainab meminta suaminya untuk mendatangi dan bertanya kepada Rasulullah apakah ia sebagai istri boleh bersedekah kepada suaminya. Kalau tidak, ia akan bersedekah kepada orang lain.

Karena Abdullah menjawab agar Zainab saja yang menanyakanhal tersebut, Zainab pun pergi untuk menemui Rasulullah. Setibanya di sana, ia bertemu dengan seorang perempuan Anshar yang rupanya juga akan bertanya soal perkara yang sama.

Tak lama kemudian, Bilal pun keluar untuk menemui kedua perempuan tersebut. Kepada Bilal, Zainab berpesan agar Bilal menyampaikan bahwa ada dua perempuan yang ingin bertanya apakah perempuan boleh bersedekah kepada suami dan anak yatim yang diasuhnya. Ia juga berpesan agar Bilal tidak memberitahu Rasulullah siapa yang bertanya.

Bilal pun masuk dan menyampaikan pertanyaan tersebut. Rasulullah SAW pun telah bersabda: “Bagi keduanya (Bilal dan Zainab) terdapat dua pahala, yaitu pahala karena berbuat baik kepada kerabat, serta pahala sedekah.”

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bukan hanya hukum perempuan bekerja untuk membantu suami adalah halal, tapi bahwa perempuan punya hak penuh atas harta yang ia miliki.

Dengan begitu,orang lain tidak bisa mengintervensi hak perempuan untuk mengelola hartanya, baik itu orang tua, saudara, maupun suaminya. Tentunya, selama cara yang dilakukan untuk memperoleh nafkah dan harta tersebut halal berdasarkan syariat Islam ya, Gan!

SUMBER: https://www.jernih.id/

Post a Comment for "Hukum Perempuan Bekerja dan Mengatur Uangnya Sendiri"