Data Kemiskinan Berantakan




Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup besar. Namun, sekitar 24,79 juta penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dibutuhkan kepekaan negara dalam memberi solusi untuk mengentaskan kemiskinan agar lebih sejahtera dan mandiri.

Di sisi lain, dampak Co­vid-19 memengaruhi semua lini kehidupan, apalagi masyarakat mis­kin. Mereka rentan baik aspek ke­sehatan, sosial, maupun ekonomi. Ketersendatan aktivitas perekono­mian dan pendapatan masyarakat yang menurun mengakibatkan angka kemiskinan berjumlah 9,78 persen.

Pemerintah berupaya mena­ngani dampak pandemi Covid-19 melalui Jaring Pengaman Sosial dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Bahkan, anggarannya mencapai 695,2 triliun rupiah pada tahun 2020 dan 356,5 triliun pada tahun ini.

Pemerintah melalui Kemen­terian Sosial terus menggulirkan bantuan sosial (bansos) sebagai salah satu jaring pengamangan. Bansos diberikan kepada masyara­kat terdampak ke seluruh pelosok negeri. Bansos penanganan dam­pak Covid-19 diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, menjaga daya beli, dan mengge­rakkan roda ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Namun, dalam perkembangan­nya banyak kendala. Salah satunya ketidaksesuaian data dan ket­ersendatan penyaluran. Kemensos tampaknya juga harus mengem­balikan kepercayaan publik usai adanya kasus korupsi dana bansos. Langkah awal pemerintah untuk menjawab tantangan-tantangan bansos maupun upaya peningkatan kesejahteraan sosial dengan melan­tik menteri baru.

Untuk mendalami berbagai per­soalan yang menerpa penyaluran bansos, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma’rup, mewawanca­rai Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, dalam beberapa ke­sempatan. Berikut petikannya.

Meski baru menjabat seba­gai Mensos, apa saja tantangan dalam penyaluran bansos pada masa pandemi Covid-19?

Saya mengakui, penyaluran bansos belum optimal. Tapi, itu bu­kan halangan. Malah, kami harus berupaya lebih agar penyalurannya benar-benar sesuai, tepat sasaran, dan berdampak baik bagi masya­rakat.

Beberapa tantangan di antara­nya kurang tercapainya target real­isasi Program Kartu Sembako/Ban­tuan Pangan Non Tunai (BPNT). Ini karena data yang tidak lengkap, sehingga gagal setting wallet-nya. Himpunan Bank Negara (Himbara) tidak berhasil menyalurkan Kartu Keluarga Sejahtera.

Kedua, kurang tercapainya target Bantuan Sosial Tunai (BST). Penye­babnya, kondisi geografis yang sulit di beberapa wilayah penyaluran, sehingga memakan waktu lama dan melebihi masa penyaluran.

Ketiga, pelaksanaan bansos sembako di Jabodetabek terdapat transporter yang sudah mendapat surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ), tapi tidak melaksanakan paket sembako tersebut. Sehingga satuan kerja (satker) tidak bisa membayarkan mengingat adanya tagihan sehingga berpengaruh juga terhadap realisasi transporter atau jasa angkut.

Keempat, kendala pelaksana­an bansos beras bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) ada­lah kondisi geografis adan cuaca ekstrem di beberapa daerah. Selain itu terjadi penundaan penyaluran mengingat daerah tersebut zona merah Covid-19. Kurangnya tenaga angkut muat dan bongkar serta ti­dak tersedianya anggaran kemasan dan pengiriman sampai KPM juga menjadi kendala. Kelima, kendala pelaksanaan bansos PKH. Ini masih adanya KPM non eligible.

Berapa anggaran dan reali­sasinya untuk bansos PEN yang dikelola Kemensos?

Realisasinya mencapai 97,09 persen. Ini dari pagu anggaran sebesar 127 triliun rupiah yang di­kelola Kemensos. Realisasinya 123 triliun rupiah. Adapun penyaluran­nya untuk berbagai program ban­sos lewat bansos sembako Jabode­tabek, BST, bansos tunai bagi KPM, sembako bagi non-PKH, program PKH, bansos beras, dan BPNT.

Data Terpadu Kesejahteraan So­sial (DTKS) sangat penting dalam penyaluran bansos. Bisa dijelaskan kondisi DTKS saat ini?

Kondisinya sekarang terdapat data yang tidak lengkap. Ini menye­babkan bansos tidak tersalur. Kalau data tidak jelas, KKS tidak mungkin tersalur. Belum semua pemerin­tah daerah aktif memverifikasi dan memvalidasi data. Selain itu, masih ditemukan juga adanya KPM ganda.

Ada juga Nomor Induk Kepen­duduk (NIK) tidak valid. Berdasar­kan Surat Keputusan Menteri Sosial Oktober 2020, data saat ini terdapat 83 persen jiwa di DTKS tercatat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

Apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan ketepatan data?

Data yang tidak lengkap, seka­rang lagi menjadi konsentrasi saya dengan daerah untuk melengkapi. Sebab tidak terkoneksi dengan NIK. Sekarang ini jadi PR saya.

Pertama, saya akan meminta daerah untuk memeriksa DTKS. Saya akan minta juga daerah untuk pembaruan data.

Lalu, untuk NIK DTKS penerima Kartu Sembako dan BST yang tidak valid akan dikembalikan kepada pemerintah daerah. Sehingga nanti bisa ada koreksi dan pencocokan dengan Dukcapil setempat.

Data kemiskinan masih beran­takan alias tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Saya berkomit­men membereskan data kemis­kinan agar ke depan, bansos bisa disalurkan tepat sasaran. Karena itu yang dilakukan pada 2021 memper­baiki data.

Mensos menyebut akan meli­batkan perguruan tinggi. Seperti apa gambarannya?

Saya juga akan melibatkan perguruan tinggi sebagai quality insurance dalam pemutakhiran data. Mereka nanti juga membahas kriteria dan parameter kemis­kinan. Mahasiswa akan terlibat dalam mengawasi pemutakhiran data. Ini sedang dikoordinasikan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebab mereka punya program Kam­pus Merdeka. Semoga harapannya berjalan baik sehingga mahasiswa dapat terlibat.

Kita perlu pihak lain yang men­jamin agar benar. Perguruan tinggi diminta memetakan daerah yang mungkin tidak sama persis dengan daerah lain. Mahasiswa akan me­lihat misalnya kesulitan air bersih. Ada juga laporan dari daerah ke kabupaten/kota dan ke provinsi, lalu ke Mensos. Ada juga verifikasi dari perguruan tinggi.

Mensos akan membentuk formatur parameter kemiskinan akhir Januari agar pada Februari dilakukan pendataan. Ini biar dike­tahui persis konsep dari parameter kemiskinan.

Bagaimana kolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain, terkait data?

Arahan Bapak Presiden Joko Widodo memastikan satu data terpadu. Semua kementerian atau lembaga jangan memiliki data masing-masing, sehingga semua bantuan di tiap kementerian dapat terintegrasi dalam satu data.

Selain Kemendikbud, kami juga akan berkoordinasi dengan kementerian lain, di antaranya Kemenkes, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Harapannya, kita bersama-sama gunakan data yang sama, sehingga ke depan bisa dipetakan. Dengan begitu, penyaluran bansos lebih terukur.

Saat ini sudah dibuat perjan­jian kerja sama dengan Dukcapil terkait pertukaran DTSK dan NIK Dukcapil. Lalu, ada perjanjian kerja sama dengan Badan Penyeleng­gara Jaminan Sosial Kesehatan dan Kemendikbud.

Berapa anggaran peningkatan kualitas data?

Terus terang mendapat ang­garan untuk perbaikan data sekitar 1,3 triliun rupiah. Tapi, mungkin tidak akan gunakan sebesar itu. Saya lebih memilih menugaskan ke lapangan untuk verifikasi data dan dibuat sistem khusus untuk mem­perbarui DTKS tersebut. Setiap bu­lan kami akan pemutakhiran data penerima bansos untuk memasti­kan penerima belum meninggal.

Kita akan lakukan verifikasi lapangan. Bahkan, staf saya kasih surat tugas ke lapangan semua. Saya siap diperintahkan ke mana pun. Tapi saya memang harus buat sistem dulu. Jadi, kenapa saya be­lum berani keluar karena harus me­nyiapkan sistem dulu. Ini petugas-petugas lapangan lagi mengecek.

Selagi menunggu data, apa langkah terdekat agar bansos te­pat sasaran?

Jadi, kondisi saat ini tidak sedikit penerima bansos telah meninggal dunia. Tiap bulan kami melakukan pembaruan data. Hasil Janu­ari, Bank Mandiri temukan tujuh (penerima bansos) meninggal. BNI menemukan 289 (penerima bansos) meninggal. Itu bisa dicek apakah ahli waris masih memenuhi syarat. Kalau tidak, akan pindah ke keluarga lain.

Saat pemberian, bank wajib mengirimkan data secara foto. Kalau yang bersangkutan sakit, harus didampingi ahli waris yang ditunjuk. Ini sudah dikoordinasikan Kementerian BUMN akan dipindah ke PT Pos. Repotnya, wajah penerima dan pendamping yang mengambil. Kami bisa ambil datanya dari bank setiap ada transaksi. Kami tiap Jumat rapat dengan Himbara dan PT Pos untuk mendengarkan laporkan.

Bagaimana cara mencegah ko­rupsi penyaluran bansos?

Kami sudah minta KPK ikut membantu memperbaiki DTKS sebagai basis penyaluran bansos. Saya juga mengirim surat ke KPK, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan Universitas Indonesia agar mem­bantu memperbaiki permasalahan.

Ada pro dan kontra terkait kebiasaan blusukan di Jakarta. Bagaimana komentarnya?

Terus terang, saya ini kebiasaan berangkat kerja setelah subuh. Saya keluar bertemu dinas kebersihan saat mengontrol kebersihan kota. Jadi, tidak ada niat blusukan. Saya tidak pernah niat blusukan. Ke­jadian itu di jalan. Kalau saya tanya, “Kamu sudah makan atau belum, kan tidak aneh.” Itu kewajiban saya sebagai manusia.

Saya ingin pemulung-pemulung itu juga dapat bantuan karena sela­ma ini mereka tidak dapat bantuan apa pun hanya karena tidak punya alamat. Jadi, saya tidak ada niatan apa pun. Sebab mungkin sebentar lagi saya mati, besok atau mati ka­pan tidak tahu. Tapi niat saya hanya mau membantu.

Di luar bansos, upaya lain me­ningkatkan kesejahteraan sosial warga?

Progam bansos sebisa mung­kin juga menghasilkan tambahan pendapatan. Jadi selain diberi pekerjaan, mereka juga didorong menambah penghasilan. Tidak bisa kita hanya memberi bantuan. Kita juga memberdayakan.

Balai rehabilitasi sosial bisa menjadi salah satu tempat mem­berdayakan masyarakat tidak mampu. Ada tiga kategori orang miskin, hampir, miskin, dan sangat miskin. Yang terakhir ini akan kita angkat. Berat memang, tapi kita akan lakukan bertahap melalui pro­gram pemberdayaan.

Apa upaya meningkatkan balai rehabilitasi sosial?

Ada 41 balai di Kemensos. Sayang kalau hanya untuk tempo­rary, yang sifatnya proyek ini enam bulan selesai. Kita akan mengubah balai untuk pemberdayaan seperti ternak lele dan telur. Lahan sekitar dimanfaatkan untuk tanam sayur-mayur. Dengan begitu, diharapkan dapat menambah pendapatan masyarakat miskin. Kalau kita be­rikan bantuan, teorinya untuk me­ngurangi pengeluaran, sedangkan pemberdayaan untuk menambah pendapatan.

Berapa balai yang akan jadi tempat pemberdayaan?

Balai untuk jadi tempat pem­berdayaan terutama di kota-kota besar, seperti Bekasi, Palembang, Makassar, Sulawesi Utara, hingga Papua. Itu yang akan kita gunakan untuk membuat semacam mini­atur pemberdayaan sehingga nanti warga setempat bisa setop di situ. Mereka tidak harus bekerja ke luar daerahnya.

Sumber : jakarta.com

Post a Comment for "Data Kemiskinan Berantakan"