7 Teori Belajar dalam Psikologi

Teori belajar dalam psikologi merupakan konsep kerangka kerja dalam psikologi yang bersangkutan dengan bagaimana pengetahuan diserap, lalu diproses dan kemudian dipertahankan dalam proses pembelajaran. Pengaruh kognitif, emosional dan lingkungan serta pengalaman sebelumnya merupakan faktor-faktor yang memainkan peranan penting dalam memahami atau membentuk pandangan global, juga merupakan hal-hal yang diperoleh dan pengetahuan serta keahlian dipertahankan dan dikembangkan.

Para ahli perilaku manusia memandang pembelajaran sebagai sebuah aspek dari pengkondisian yang akan mendukung sebuah sistem pemberian imbalan dan pencapaian target dalam dunia pendidikan. Para pendidik juga menganut teori kognitif yang meyakini bahwa definisi dari pendidikan sebagai sebuah perubahan tingkah laku adalah terlalu sempit dan lebih memilih untuk mempelajari para peserta didik daripada lingkungan mereka dan terutama adalah kompleksitas dari ingatan manusia.

Kemudian, mereka yang menyokong  teori konstruktifisme meyakini bahwa kemapuan seorang peserta didik untuk belajar sangat tergantung kepada seberapa jauh hal yang sudah pernah ia pelajari dan ketahui sebelumnya dan perolehan pengetahuan harus dibangun dengan penyesuaian yang berbeda dari satu individu ke individu lainnya. Teori pembelajaran transformative lebih berfokus kepada terjadinya perubahan yang sering merupakan hal yang dibutuhkan dalam prasangka dan pandangan peserta didik terhadap dunia.

Di luar dunia psikologi pendidikan, ada beragam teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung fungsi dari otak manusia pada saat proses belanajr mengajar, seperti event-related potential dan functional magnetic resonance imaging yang digunakan dalam ilmu syaraf pendidikan. Pada 2012, riset-riset demikian telah mulai mendukung teori akan adanya kepadaian yang berlipat, di mana pembelajaran dilihat sebagai interaksi di antara berbagai area fungsional yang berbeda dalam otak, masing-masing dengan kekuatan dan kelemahan tersendiri yang berbeda-beda antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya.

Adapun berbagai teori-teori dalam belajar dapat dilihat dalam pembahasan di bawah ini:

1. Teori Klasik
A. Plato

Plato (428-347 SM) mengajukan pertanyaan tentang bagaimana seorang individu mempelajari sebuah hal baru tentang sebuah topik yang sama sekali asing bagi individu tersebut? Mungkin ini merupakan pertanyaan yang sepele namun anggaplah otak manusia sebagai sebuah komputer. Maka, pertanyaan di atas akan berubah menjadi bagaimanakah sebuha komputer dapat menerima informasi yang factual tanpa adanya pemrograman sebelumnya?

Plato lalu memberikan jawaban atas pertanyaannya sendiri tersebut. Ia membuat pernyataan bahwa pengetahuan sudah ada pada saat lahir dan semua informasi yang dipelajari oleh seseorang semata-mata hanyalah pemusatan perhatian kembali akan sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Teori ini lalu dinamakan sebagai teori pemusatan perhatian atau Platonic epistemology. Jawaban ini akan dijustifikasi lebih jauh dengan paradox.

Dalam hal ini adalah, pada saat seseorang mengetahui sesuatu maka ia tidak akan perlu untuk mempertanyakannya, sementara itu bila seseorang tidak mengetahui sesuatu maka ia tidak akan mempertanyakannya sama sekali. Dengan demikian maka menurut Plato bila seseorang tidak mengetahui akan suatu hal maka mereka tidak akan dapat mempelajarinya. Plato menggambarkan pembelajaran sebagai suatu proses yang pasif di mana informasi dan pengetahuan ditempa ke dalam jiwa melalui proses waktu.

Namun teori Plato ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang pengetahuan. Salah satu pertanyaan yang paling utama adalah, apabila manusia hanya dapat mempelajari suatu hal yang sudah  kita ketahui sebelumnya di dalam jiwa, lalu bagaimanakah jiwa manusia mendapatkan pengetahuan tersebut pada awalnya?Teori Plato tampaknya agak berbelit-belit namun tetap merupakan teori yang dipakai untuk membantu menjelaskan tentang pengetahuan hingga kini.


B. John Locke

John Locke (1632-1704) menawarkan sebuah jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh Plato di atas. Menurut John Locke, manusia dilahirkan ke dunia ibarat selembar kertas yang putih bersih, yaitu pada saat dilahirkan manusia tidak memiliki pengetahuan apapun. Walaupun demikian, John Locke meyakini bahwa ada sesuatu yang telah dimiliki oleh manusia sehak lahir yaitu kekuatan mental.

Menurut pandangan dari John Locke, kekuatan mental ini adalah kemampuan biologis yang telah ada sejak manusia dilahirkan sebagai bayi, seperti bagaimana seorang bayi tahu mengenai fungsi biologis tubuhnya pada saat ia dilahirkan. Begitu seorang bayi dilahirkan, ia akan mendapatkan berbagai pengalaman dari lingkungan sekitarnya yang lalu seluruh pengalaman tersebut “dituliskan” pada “lembaran” sang bayi. Seluruh pengalaman tersebut akhirnya akan berujung pada ide-ide yang abstrak dan kompleks. Teori ini masih merupakan sebuah teori yang sering dipergunakan untuk memahami proses belajar pada saat ini.

2. Teori Pengkondisian Klasik

Ivan Pavlov (1849-1936) secara tidak sengaja menemukan tentang salah satu jenis pembelajaran, yaitu pengkondisian klasik. Ivan Pavlov adalah seorang ahli fisiologi asal Rusia yang menemukan fenomena ini pada saat ia melakukan riset tentang system pencernaan. Riset Pavlov bertujuan untuk dapat mengerti dengan lebih baik mengenai pola pencernaan pada anjing.

Dalam risetnya, Pavlov bereksperimen dengan anjing-anjing. Ia meletakkan bubuk daging di mulut anjing-anjing yang berbagai tubuhnya telah dimasukkan tabung untuk mengukur respon anjing-anjing tersebut. Hal yang ia temukan adalah bahwa anjing-anjing tersebut mulai mengeluarkan air liru sebelum serbuk daging diberikan kepada mereka. Lalu, anjing-anjing tersebut akan mulai mengeluarkan air liur pada saat orang yang membawa serbuk daging tersebut memasuki ruangan. Pavlov lalu menjadi tertarik dengan fenomena ini dan meninggalkan risetnya tentang system pencernaan untuk berfokus pada apa yang lalu menjadi teorinya yang terkenal mengenai pengkondisian klasikal.

Selanjutnya Pavlov mulai bereksperimen dengan membuat pasangan antara bunyi sebuah lonceng dengan serbuk daging. Ia akan membunyikan lonceng tersebut dan memberikan serbuk daging kepada anjing. Di sini ia menemukan bahwa anjing akan mulai mengeluarkan air liur pada saat ia mendengar bunyi lonceng, bahkan pada saat serbuk daging tidak ada. Karena serbuk daging secara otomatis menyebabkan keluarnya air liur ini dinamakan sebagai stimulus yang tidak dikondisikan atau unconditioned stimulus dan respon yang tidak dikondisikan atau unconditioned response.Di pihak lain, lonceng disebut sebagai stimulus yang dikondisikan atau conditioned stimulus dan keluarnya air liur karena bunyi lonceng dinamakan respon yang dikondisikan atau conditioned response.

Pada dasarnya penemuan ini mendukung ide yang menyatakan bahwa manusia membangun respon untuk berbagai stimulus yang tidak terjadi secara alamiah. Pada saat kita menyentuh benda panas seperti api pada kompor, secara naluriah kita akan menarik tangan kita. Hal ini terjadi tanpa melalui proses pembelajaran. Namun mengapa beberapa orang yang pernah mengalami hal ini akan menarik tangan mereka dari kompor, bahkan pada saat kompor belum dinyalakan?

Pavlov menemukan bahwa kita membuat asosiasi yang membuat kita menggeneralisasikan respon kita terhadap berbagai macam stimulus ke dalam satu stimulus netral yang menjadi pasangannya. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa, nyala kompor sama dengan rasa sakit, nyala kompor adalah kompor, sehingga otak akan mengambil kesimpulan bahwa kompor identik dengan rasa sakit itu sendiri.

Banyak dari perilaku manusia yang dibentuk sebagai hasil dari pasangan dua stimulus berbeda. Sebagai contohnya, misalnya wangi parfum, lagu tertentu, tanggal tertentu akan menimbulkan respon emosional yang intens. Penyebab emosi itu sendiri bukanlah karena wewangian atau melodi lagu tersebut melainkan pada stimulus lain di mana wewangian tau lagu tersebut dipasangkan, apakah itu mantan kekasih, perginya seseorang yang terkasih atau hari pertama bertemu dengan pasangan hidup.

Manusia membuat semua asosiasi-asosiasi seperti ini setuiap waktu dan sering kali tidak menyadari betapa kuatnya hubungan yang diciptakan ini terhadap perilakunya. Fakta sebenarnya adalah manusia telah dan dapat dikondisikan secara klasik seperti teori yang diungkapkan oleh Pavlov.


3. Teori Pengkondisian Instrumental
Teori Belajar dalam Psikologi  berikutnya adalah pengkondisian instrumental. Jenis pembelajaran lainnya memiliki banyak kemiripan dengan jenis pembelajaran dengan pengkondisian klasik seperti di atas, disebut sebagai pengkondisian instrumental atau pengkondisian operant. Istilah operant yangberasal dari bahasa Inggris mengacu kepada bagaimana suatu organisme beroperasi di dalam sebuah lingkungan. Oleh sebab itu, maka pengkondisian instrumental dating dari bagaimana cara suatu individu memberikan respon terhadap apa yang dihadapi dalam lingkungannya. Ini dapat disederhanakan sebagai pemikiran bahwa pembelajaran adalah merupakan akibat alamiah dari tindakan kita.


Di dalam pengkondisian instrumental ini sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

Kekuatan dari sebuah perilaku dimodifikasi oleh akibat dari perilaku itu sendiri seperti imbalan atau hukuman
Perilaku tersebut dikendalikan oleh pendahulunya, disebut sebagai stimulus diskriminatif, yang lalu menimbulkan respon
Walaupun pengkondisian instrumental dan pengkondisian klasik sama-sama dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari lingkungan, keduanya merupakan hal yang berbeda.

Dalam pengkondisian instrumental, stimulus timbul ketika sebuah perilaku diberi imbalan atau hukuman yang berfungsi untuk mengendalikan perilaku tersebut. Misalnya, seorang anak akan belajar untuk membuka sebuah kotak atau toples untuk mengambil permen yang berada di dalamnya, atau belajar untuk tidak memegang kompor yang panas. Di dalam contoh ini, kotak atau toples dan kompor merupakan stimulus diskriminatif.

Sementara itu dalam pengkondisian klasik, stimulus yang menandakan kejadian tertentu akan menimbulkan perilaku refleksif. Contohnya adalah bunyi dari pintu yang dibanting menandakan akan kemarahan orang tua yang membuat anak menjadi gemetar.


4. Teori Belajar Sosial
Teori belajar ini pada awalnya dikemukan oleh Neil E. Miller dan John Dollard pada tahun 1941. Menurut Miller dan Dollar, individu sering belajar perilaku sosial dengan mengamati perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku mereka. Albert Bandura kemudian memperluas pada pekerjaan Miller & Dollard ini, dengan memberikan pernyataan bahwa belajar adalah proses kognitif yang terjadi dalam konteks sosial dan dapat terjadi secara murni melalui observasi atau instruksi langsung, bahkan tanpa adanya perbuatan yang ditirukan atau dihasilkan secara motorik atau penguatan secara langsung.

Albert Bandura percaya bahwa asosiasi dan penguatan langsung tidak dapat menjelaskan semua proses belajar. Tulisan Albert Bandura yang terkenal dalam bukunya adalah  pernyataannya yang mengungkapkan bahwa proses belajar akan menjadi sangat melelahkan dan juga sangat berbahaya, jika seseorang harus mengandalkan efek dari tindakan mereka sendiri untuk memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Kutipan tersebut ditulis dalam buku Albert Bandura yang berjudul Social Learning Theory terbitan tahun 1977.

Sebaliknya, ia mengusulkan bahwa banyak dari pembelajaran yang terjadi melalui observasi dan pengamatan. Anak-anak mengamati tindakan orang di lingkungan sekitar mereka, terutama para pengasuh dan saudara kandung yang lebih tua, dan kemudian meniru perilaku ini.


Dalam eksperimennya yang terkenal yaitu Boneka Bobo, Bandura mengungkapkan betapa mudah anak-anak bisa diarahkan untuk meniru suatu tindakan bahkan yang bersifat negatif. Dalam eksperimen ini, anak-anak yang menonton video dewasa memukuli boneka tiup besar kemudian menjadi jauh lebih mungkin untuk meniru tindakan-tindakan yang sama ketika mereka diberi kesempatan.
Mungkin yang paling penting adalah pernyataan dari Bandura bahwa proses mempelajari sesuatu tidak selalu mengakibatkan perubahan dalam perilaku. Anak-anak sering kali belajar hal-hal baru melalui observasi, tapi mungkin tidak berperilaku seperti hal yang mereka lihat sampai saat adanya kebutuhan atau motivasi untuk memanfaatkan informasi tersebut.

Selain pengamatan terhadap perilaku, pembelajaran juga terjadi melalui pengamatan terhadap imbalan dan hukuman yang diterima Ini merupakan sebuah proses yang dikenal sebagai penguatan yang diwakilkan. Ketika perilaku tertentu diberi imbalan atau penghargaan secara teratur, maka perilaku tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk dipertahankan dan jika perilaku tertentu terus dihukum, maka kemungkinan besar perilaku tersebut akan ditinggalkan.

Teori ini memperluas teori-teori tradisional tentang perilaku , yang mengungkapkan bahwa perilaku diatur hanya oleh penguatan, dengan menempatkan penekanan pada peran penting dari berbagai macam proses internal dari individu yang sedang dalam proses belajar.


Teori-teori Belajar Lainnya
Ada juga teori belajar lainnya yang telah dikembangkan untuk tujuan yang lebih spesifik. Misalnya, andragogy adalah seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar. Connectivism merupakan teori baru belajar dalam jaringan yang berfokus pada pembelajaran sebagai membuat koneksi. Teori belajar sebagai jaringan (LaaN) dibangun berdasarkan connectivism, teori kompleksitas, dan pembelajaran double loop. Hal ini dimulai dari para pelajar dan memandang belajar sebagai penciptaan terus-menerus dari jaringan pengetahuan pribadi.


A. Teori gaya belajar

Menurut teori gaya belajar, para individu belajar dengan cara yang berbeda. Adanya gaya belajar yang berbeda dan bahwa pengetahuan tentang gaya belajar yang disukai oleh pembelajar akan menyebabkan kemajuan yang lebih cepat dan lebih memuaskan dalam hasil belajar. Namun, hingga saat ini penelitian masih belum dapat menemukan bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung inti dari teori belajar gaya ini

B. Teori informal dan post-modern

Dalam teori-teori yang menggunakan restrukturisasi kognitif, kurikulum informal mendorong penggunaan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk membantu para peserta didik memperoleh pemahaman yang ada dari konsep secara lebih luas. Pengetahuan baru tidak dapat diberikan kepada para peserta didik, melainkan pengetahuan para peserta didik yang ada pada saat ini harus ditantang.

Dengan cara demikian ini, siswa akan menyesuaikan ide-ide mereka untuk lebih mendekati teori-teori atau konsep-konsep yang sebenarnya. Dengan menggunakan metode ini para peserta didik akan memperoleh pemahaman yang luas tentang hal yang diajarkan kepada mereka  dan kemudian lebih bersedia untuk belajar dan kemudian mengingat secara spesifik akan konsep atau teori yang telah diajarkan. Lebih lanjut, teori ini sejalan dengan gagasan bahwa konsep pengajaran dan bahasa dari pelajaran sendiri harus dipecah menjadi beberapa langkah.

C. Teori-teori belajar informal lainnya

Pada umumnya teori-teori ini meninjau tentang sumber motivasi untuk belajar. Motivasi dapat bersifat intrinsik yang membuat peserta didik menjadi lebih mandiri, namun lingkungan sekolah dapat melemahkan motivasi intrinsik. Para kritikus berpendapat bahwa rata-rata para siswa yang belajar dalam kondisi terisolasi mendapatkan hasil yang secara signifikan lebih buruk daripada mereka yang belajar melalui kolaborasi dan mediasi, yaitu para siswa yang  belajar melalui bicara, diskusi, dan argumentasi.

Demikian ulasan mengenai Teori Belajar dalam cakupan psikologi berikut dengan perkembangan, serta penerapannya dalam ilmu psikologi.

Post a Comment for "7 Teori Belajar dalam Psikologi"