BELAJAR DARI SIKAP SANTUN RASULULLAH SAW


Sikap Santun Rosululloh  

al-Hilm (penyantun) adalah keadaan diantara dua hal yang jelek, yaitu marah dan bodoh, maka jika seseorang menuruti kemauan marahnya tanpa akal dan pemikiran (bashiroh) dia telah jatuh pada keburukan , dan jika dia berbuat bodoh, menyia-nyiakan haknya dan rela dengan kemarahan, aniaya dan kedzaliman dia telah jatuh pada keburukan. akan tetapi jika di menghiasi dirinya dengan sifat santun padahal dia mampu melepas kemarahannya, maka kesantunannya terhadap orang-orang yang berhak disantuni menjadi-kannya berada dalam keutamaan (fadhilah).  

Disana ada kaitan yang erat antara al-hilmu dan menahan marah. Bahwa menahan marah adalah awal dari sifat penyantun (sebuah sifat yang utama lagi mulia), dan menahan marah membutuhkan pada penghapusan sesuatu (dari jiwa), peperangan dan ketabahan jiwa. Maka jika kekuatan menahan marah ini telah menjadi karakter yang menancap dalam jiwa dan menjadi tabiatnya, demikian itulah yang disebut dengan al-hilmu (penyantun).

Nabi Muhammad   adalah pembesar manusia dan teladan mulia bagi umatnya. Beliau   telah menemui berbagai kondisi kemarahan kaumnya, para tokoh kaum dan pembesar mereka, namun Beliau    tetap tabah dan tetap bersikap lemah lembut kepada mereka serta tidak membalas perbuatan mereka hingga datangnya pertolongan Alloh. Sikap Beliau   merupakan perwujudan dari firman Alloh  :

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. al-A’rof [7]: 199)

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushshilat [41]: 34)

“Maka disebabkan rahmat dari Alloh-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali ‘Imron [3] :159)
Kesantunan Nabi   dan pemaafnya dalam dakwah kepada Alloh   benar-benar telah sampai pada puncak keteladanan yang tinggi, dan banyak dalil yang membuktikan hal itu. Dan kami sebutkan dalam bahasan berikut sebagai contoh tentangnya:

1.    Diriwayatkan dari Ibun Mas’ud   dia berkata:
“Ketika Rosululloh   membagi harta rampasan perang hasil dari perang Hunain. Beliau   sedikit melebihkan bagian sebagian manusia, Beliau   memberikan seratus unta kepada Aqro bin Habis begitu juga kepada ‘Uyainah, Beliau   juga melebihkan bagian kepada para pembesar bangsa Arab ketika itu. Maka dengan begitu ada seorang laki-laki yang berkata: “Demi Alloh bahwa pembagian ini benar-benar tidak adil, dan tidak diikhlaskan untuk Alloh  . Ibnu Mas’ud  berkata: “Aku berkata: Demi Alloh, akan aku beritahukan hal ini kepada Rosululloh  , kemudian aku mengahadap Beliau dan aku kabarkan tentangnya, kemudian Beliau bersabda: “Lantas siapa yang bisa berbuat adil, jika Alloh   dan Rosul-Nya tidak bisa berbuat adil? Semoga Alloh   merahmati Musa yang telah banyak disakiti melebihi rasa sakit yang kualami, kemudian dia sabar.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Sikap Beliau   ini merupakan tanda kesantunan yang paling agung dalam dakwah kepada Alloh  , ketinggian hikmah (kebijaksanaan) yang ada pada diri Beliau   menuntut Beliau   membagi ghonimah hanya untuk mereka yang muallaf Qulubuhum (dijinakkan hatinya), sedang mereka yang hatinya telah dipenuhi iman dipasrahkan kepada imannya. (Fathul Bari, 8/49)

2.     Diriwayatkan dari Abu Huroiroh  , dia berkata:
“Thufail Ad-Dauso menghadap Rosululloh   dan berkata: sesungguhnya Bani Daus benar-benar telah membangkang dan menentang, maka doakanlah atas mereka kecelakaan, kemudian Rosululloh   menghadap ke kiblat lalu mengangkat kedua tanganya, dan seketika itu manusia berseru: Mereka telah hancur. Lalu Rosululloh   bersabda (berdoa): “Ya Alloh, tunjukilah Bani Daus dan datanglah kepada mereka, Ya Alloh tunjukilah Bani Daus dan datanglah kepada mereka.”  (HR. al-Bukhori, Muslim dan Ahmad)

3.    Anas bin Malik   berkata: “Pada suatu hari aku berjalan bersama Nabi   yang sedang memakai sehelai kain burdah buatan Najran yang tebal dan kasar ujung-ujungnya. Kemudian kami bertemu dengan seorang Arab Badui yang begitu saja menarik selendang Beliau   dengan keras hingga meniggalkan bekas di pundak Beliau kemudian Badui itu berkata: “Wahai Muhammad, berikanlah untukku harta Alloh   yang ada pada dirimu, lalu Rosululloh   menoleh ke arahnya dan tersenyum, setelah itu Beliau   menyuruhku agar memberikan sedekah kepadanya.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Termasuk bukti keagungan sikap santun Beliau   adalah tidak mendo’akan keburukan kepada orang yang telah menyakitinya yaitu dari kaumnya sendiri, padahal Beliau   mampu melakukannya, yang kalau Beliau   mau mendoakan kecelakaan atas mereka maka Alloh   akan menghancurkan mereka, dan membinasakan mereka. Akan tetapi Beliau   adalah  sosok yang penyantun dan bijaksana yang memiliki tujuan agung dalam setiap langkahnya, yaitu harapan keislaman mereka, atau keislaman anak turunannya. Karena itulah Abdulloh bin Mas’ud   berkata: “Seakan-akan aku melihat Rosululloh   sedang menceritakan kisah seorang Nabi dari Nabi-nabi Alloh   padahal kaumnya telah memukulnya hingga mengeluarakan darah, sambil mengusap darah yang mengalir di wajahnya Beliau   berdoa: 

 ))اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِى فَإِنَّهُمْ لا يَعْلَمُوْنَ((
“Yaa Alloh ampunilah kaumku sesungguhnya mereka dalah kaum yang tidak mengerti.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Post a Comment for "BELAJAR DARI SIKAP SANTUN RASULULLAH SAW"